
freepik.com
Limbah medis menjadi masalah khusus bagi penyedia layanan kesehatan. Ini karena diperlukan penyimpanan dan pengelolaan yang tepat. Pada dasarnya, limbah berarti bagian yang tidak terpakai atau sisa. Tentu saja, selalu ada metode dan alur pengolahan limbah medis agar benar-benar hilang dan tidak menimbulkan bahaya.
Di sektor kesehatan, jenis limbah tersebut biasanya termasuk bekas darah, sarung tangan, kain kasa, botol infus, jaringan manusia atau hewan, serta sampah dari ruangan pasien dan lain-lain.

Mengenal Definisi dan Alur Pengolahan Limbah Medis
Limbah yang berasal dari aktivitas medis, seperti penelitian, pengujian, diagnosis, imunisasi, atau perawatan pasien yang mungkin mengandung unsur infeksius, dikenal sebagai sampah medis. Ini termasuk komponen sisa atau buangan dari fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, klinik, praktik dokter, laboratorium, dan tempat serupa.
Sampah medis dapat dikategorikan sebagai limbah yang berbahaya dan beracun (B3). Sebab, limbah tersebut bisa memberikan dampak buruk jika lingkungan dan makhluk hidup di sekitarnya terkontaminasi secara langsung.
Menurut informasi yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan dan dilaporkan oleh Tirto pada tahun 2021, di Indonesia terdapat 2. 820 rumah sakit, 9. 825 puskesmas, dan 7. 641 klinik. Fasilitas-fasilitas kesehatan ini menghasilkan limbah medis sebanyak 296,86 ton setiap harinya, sementara kapasitas untuk mengolahnya hanya 115,68 ton per hari.
Oleh karena itu, tidak mengherankan jika Kemenkes mendorong agar pengelolaan limbah medis sebaiknya melibatkan pihak ketiga untuk memaksimalkan proses pengolahan sampah tersebut.
Alur Menangani Limbah Medis
Limbah yang dihasilkan dari kegiatan medis dapat mempengaruhi tidak hanya lingkungan, tetapi juga para pekerja di sektor kesehatan. Misalnya, petugas kesehatan, pasien, serta staf yang bertugas mengumpulkan dan membuang limbah, semuanya berisiko terpapar bahan berbahaya dari sampah medis. Oleh karena itu, penting untuk memiliki alur pengolahan limbah medis yang sesuai dan efektif.
Cara Umum Menangani Sampah Medis
Sampah yang biasa dihasilkan oleh fasilitas kesehatan dan tidak memiliki sifat beracun atau menular dapat dicampur dengan sampah biasa sebelum dibuang.
Akan tetapi, benda tajam sebaiknya disimpan dalam wadah yang tidak bocor, terbuat dari logam atau plastik. Limbah yang terinfeksi biasanya memiliki tanda yang menunjukkan bahwa sampah tersebut mengandung zat infeksius. Sementara itu, limbah yang sangat menular perlu disterilkan dengan menggunakan autoklaf.
Sementara itu, limbah dari penelitian di laboratorium kesehatan disebut sebagai limbah sitotoksis. Sebaiknya, limbah ini dikumpulkan dalam wadah yang tidak bocor dan diberi label sitotoksik. Limbah yang mengandung bahan kimia dapat digolongkan sebagai sampah farmasi yang termasuk limbah infeksius. Jika menemukan obat yang sudah kadaluarsa, sebaiknya obat tersebut dikembalikan ke apotek.
Selanjutnya, limbah kimia dalam jumlah besar harus disimpan dalam wadah yang tahan terhadap bahan kimia, lalu dikirim ke tempat pengolahan khusus untuk limbah kimia. Demikian juga, limbah yang mengandung logam berat, seperti merkuri dan kadmium, harus diolah secara terpisah. Limbah infeksius yang mengandung radioaktif rendah harus dikumpulkan di tempat khusus untuk dilakukan pembakaran.
Tahapan Pengolahan Limbah Medis
Alur pengolahan limbah medis meliputi beberapa tahap penting untuk mengurangi risiko infeksi dan dampak lingkungan. Tahap pertama adalah pemilahan limbah di sumbernya, seperti ruang perawatan atau laboratorium, menggunakan wadah berwarna dan label sesuai jenis limbah: infeksius, patologis, farmasi, kimia, tajam, dan non-infeksius. Limbah yang telah dipilah dikumpulkan dan disimpan sementara di tempat khusus yang memenuhi standar keamanan.
Selanjutnya, dilakukan pengolahan awal berupa sterilisasi, biasanya dengan autoklaf bersuhu 121–131°C selama 15–35 menit, untuk mematikan mikroorganisme patogen. Setelah itu, limbah diolah lebih lanjut sesuai jenisnya. Insinerasi untuk limbah patologis dan farmasi yang sulit didaur ulang, pengolahan kimia untuk menetralkan limbah kimia, dan pengolahan cair melalui Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
Limbah yang telah aman kemudian diangkut ke tempat pembuangan akhir atau pengolah limbah berizin. Limbah non-infeksius yang sudah steril dapat dibuang ke TPA biasa, sedangkan limbah B3 yang masih berbahaya harus dikelola khusus. Semua tahapan ini wajib terdokumentasi dan diawasi sesuai peraturan, seperti Permenkes Nomor 7 Tahun 2019 dan Nomor 18 Tahun 2020, demi menjaga kesehatan dan kelestarian lingkungan.
Cara Mengelola Limbah Menurut Kemenkes
Selain metode umum yang telah disebutkan, pemerintah melalui Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 1204/Menkes/SK/2004 telah menetapkan peraturan tentang pengelolaan limbah medis di rumah sakit.
Untuk yang pertama adalah pengelolaan limbah padat. Setiap rumah sakit diwajibkan untuk mengurangi limbah sejak dari sumbernya. Selain itu juga diperlukan peningkatan pengawasan saat ada penggunaan bahan berbahaya pada alat medis yang digunakan. Untuk pengumpulan, pengangkutan, dan pemusnahan limbah, harus memiliki sertifikasi dari pihak berwenang.
Kedua, mengenai pengelolaan limbah cair. Rumah sakit diwajibkan memiliki instalasi pengolahan limbah air yang dikelola secara mandiri. Selain itu, limbah cair yang berasal dari medis harus dikumpulkan dalam kontainer dan disesuaikan dengan karakteristiknya. Hal ini termasuk apakah mengandung bahan kimia, radiologi, atau berdasarkan volume serta prosedur penanganan dan penyimpanannya.
Itulah pembahasan terkait pengertian dan alur pengolahan limbah medis. Semoga informasi ini bermanfaat dan menambah pengetahuan.